[Vignette] Maps

MAPS

maps poster

Cast: Kim Jongin (EXO-K) x Kwon Yuri (SNSD)(or another Yuri, you can imagine)

Vignette (1800+ words)

Genre: Drama, Slight!Angst

Rating: PG-15

SUMMARY:

But I wonder where were you?
When I was at my worst
Down on my knees
And you said you had my back
So I wonder where were you?

 


Aku berlari sekuat yang aku bisa.

Dengan langkah tergesa, kumasuki halaman rumah sakit dan mulai mencari pintu masuk utamanya. Panik, seperti kesetanan aku menekan-nekan tombol lift berkali-kali dengan gerakan tak beraturan.

 

Ayolah..ayolah.

 

Kesabaranku sudah mencapai batas maksimal, sampai akhirnya pintu itu terbuka dengan sendirinya.

Di dalam sepi, hanya keheningan yang melingkupi sekelilingku. Mataku terpejam. Kusenderkan tubuh di dinding lift dan mulai mencaci maki diri sendiri. Kuacak-acak rambutku dengan frustasi.

“Ting!”

Aku berlari keluar, menuju meja resepsionis.

“DIMANA DIA?” Tanyaku dengan bibir bergetar. “Dimana dia?!”

“Tenangkan dirimu dulu, sir.” Seorang suster mendekat dan memandangku dengan wajah khawatir. “Maksud anda siapa?”

“Perempuan yang baru saja mengalami kecelakaan!” Aku langsung menyahut dengan keras. Rasanya kepalaku ingin meledak. “Yuri!”

“Ah dia ada di ruang ICU, pak—”

Sebelum suster itu menyelesaikan kalimatnya, aku sudah melesat meninggalkannya. Jantungku berdentum-dentum mengikuti seiring langkah kakiku berlari. Hati kecilku berusaha meyakinkan diri sendiri bahwa ia akan baik-baik saja.

Dan disanalah dia.

Mataku menatap nyalang pemandangan yang tersaji di balik kaca tepat di depan mataku.

Seorang perempuan, yang sangat amat kukenal—bahkan sepertinya aku mengenalnya seumur hidupkusedang terbujur kaku di pembaringan. Selang-selang pendukung kehidupan terpasang sempurna di seluruh tubuhnya. Darah yang mulai mengering terlihat jelas berceceran di kemeja putih yang ia kenakan. Masih terdengar suara putus-putus mesin penunjuk detak jantung yang ada di sisi kanan kasurnya, menandakan ia masih ada di sini dan belum meninggalkanku sepenuhnya. Mata perempuan itu terpejam, seperti enggan untuk terbuka lagi. Wajahnya yang mulus itu kini ditambah dengan guratan-guratan luka lebar dan lebam-lebam berwarna ungu kehitaman yang berhasil membuatku ingin menangis sejadi-jadinya sekarang.

“YURI!”

Dengan kekuatan penuh aku berusaha melesak masuk ke dalam ruangan dan tidak mengindahkan teriakan dokter yang mencegahku. Mereka memegang kedua lenganku erat. Tenggorokanku raasanya seperti terbakar karena sedari tadi berteriak, memanggil-manggil namanya, mencoba membuatnya sadar kembali meskipun aku tahu itu kemungkinannya amatlah kecil. Sekitar sepuluh menit aku terus seperti itu, sampai akhirnya tubuhku mencapai titik klimaksnya dan mulai merasakan lelah. Lututku melemas, sukses membuatku tersungkur di depan pintu.

Pikiranku kembali memutar kilasan balik tentang apa yang sebenarnya terjadi. Luruh dalam penyesalan, aku menangis, yang benar-benar menangis. Air mataku berjatuhan satu persatu melewati celah-celah bulu mataku. Yang bisa kulakukan hanyalah memandang wajahnya dari kejauhan dan berdoa agar ia tidak benar-benar meninggalkanku sendiri.

Aku sendirian.

.

.

Aku bosan.

 

Sudah ketiga kalinya Yuri datang lagi menghadap padaku sambil menunjukkan dua potong baju dengan model yang hampir sama. Bibirnya tersenyum lebar.

“Bagaimana menurutmu?”

Aku memandangi lama kedua baju itu sambil membayangkan ia memakainya. Kemudian dengan senyum kecut, aku menggelengkan kepalaku pelan.

“Tidak cocok.”

“Ah masa?” Ia bertanya lagi, memastikan. Aku mengangguk, kemudian kembali menenggak cola dalam gelas yang kugenggam. Dengan langkah kesal, ia kembali membongkar lemari dan tanpa lelah mencari-cari baju yang cocok untuk dikenakan untuk wawancara pertamanya.

“Oh ayolah, Kai. Bantulah aku mencari baju yang pas.”

“Pakailah baju yang simpel saja, sayang. Kau sudah cantik.” Balasku. Dengan malas aku berdiri mendekatinya, kemudian kuambil satu kemeja putih yang tergantung di ujung lemari tanpa pernah disentuh.

“Ini sepertinya cocok.” Aku mengeluarkan kemeja itu dan menempelkannya di tubuh Yuri.

“Apa kau yakin?” Yuri bertanya lagi. Aku menghela napas panjang dan menganggukkan kepala.

“Percaya padaku tidak?”

“Oke, oke. Baiklah.” Ia membuka bajunya lagi dan mengenakan kemeja putih itu tepat di depanku. Aku tersenyum puas saat kemeja itu begitu pas membalut lekuk tubuhnya. Kuacungkan jempolku dan menariknya dalam pelukanku.

“Aku mengantuk.” Aku berbisik di telinganya. Ia tertawa kegelian saat napasku mengenai titik sensitif di lehernya.

“Dasar kau.” Ia terkekeh kemudian tersenyum lembut. Digandengnya tanganku mendekat ke sofa kembali. Kami saling menyandarkan kepala di bahu satu sama lain dan mulai hanyut dalam pembicaraan panjang.

Tidak sampai setengah jam, Yuri sudah tertidur pulas.

.

.

Hari ini adalah hari-H dimana ia harus mengikuti wawancara pertama untuk mencoba peruntungannya.

 

“Doakan aku sukses, Kai!” Ia melambaikan tangan semangat. Kukecup dahinya lembut dan mengedipkan mataku.

“Kau pasti sukses!” Jempolku teracung tinggi.

Ia tertawa, lalu terdengar langkahnya menjauh, meninggalkanku sendirian di rumah.

 

Baru saja Yuri hilang dari pandanganku, ponsel di dalam sakuku bergetar pelan. Tertera nama Oh Sehun di sana.

“Halo?” Aku menempelkan ponsel itu ke telingaku.

“Hei!!!” Suara Sehun terdengar begitu kecil, kalah dengan suara bunyi-bunyian yang begitu nyaring memenuhi indra pendengaranku. Aku bahkan harus menjauhkan ponsel itu sedikit karena suara berisik yang sangat mengganggu.

“Dimana kau Kim Jongin?” Ia bertanya lagi keras-keras agar suaranya terdengar.

“Kau yang dimana, bodoh!” Aku balas berteriak. “Berisik sekali tahu!”

Terdengar suara tawa keras dari speaker.

 “Bergabunglah disini! Ada pesta di rumahku. Jangan melewatkan kesempatan! Ada crush abadimu sejak dulu, Jessica!”

Mendengar nama Jessica disebut, kontan aku terduduk tegap dan mulutku langsung mengatakan ‘ya’ tanpa berpikir dua kali. Terdengar dari seberang suara Sehun yang terdengar puas. Aku bahkan bisa membayangkan matanya yang berbinar.

Beberapa menit kemudian, aku bersiap. Kupakai pakaian terbaikku dan langsung meluncur ke kediaman Sehun yang terletak di tengah kota.

 

Suara musik terdengar riuh rendah memecah keheningan malam. Dengan langkah tegap, aku memasuki ruangan pesta dan dapat kulihat Sehun sedang bercakap-cakap dengan rekan kerjanya di seberang. Melihat sosokku memasuki ruangan, ia mundur di tengah-tengah pembicaraan dan memutuskan untuk mendekatiku.

“Hey-yo man! It’s been a while I don’t see you around.” Dia memelukku erat dan kami ber-high five. Sudah lama sekali aku tidak bertemu dengannya. Sehun dan aku mulai berbicara berbagai hal dan mengingat nostalgia lama kami saat SMA. Tanpa kusadari, tiba-tiba seorang perempuan berjalan melewatiku.

“Hei Sehun!”

Perempuan itu berdiri membelakangiku. Saat ia bersuara, entah mengapa terdengar begitu familiar. Kemudian ia berbalik, menampakkan jelas wajahnya. Sesuai ekspektasi sejak awal—siapa lagi kalau bukan Jessica Jung? Orang yang sudah kusukai lama sekali, mungkin sejak masuk SMA.

“Oh, kau ada disini juga, Jongin-ah.” Ia menyapaku santai. Aku tergagap. Masih terasa detak jantungku yang mulai tak beraturan. Sehun terkekeh melihat responku yang seperti robot saat balik menyapanya.

“Dia merindukanmu, eonni.” Sehun menyahut usil. Aku memelototinya garang, sementara Jessica hanya tertawa kecil mendengar kalimat Sehun.

“Sudah lama tidak bertemu denganmu, Jongin.”  Jessica mendekat. Lekuk tubuhnya yang sempurna dibalut gaun pendek berwarna hitam membuatku goyah. Dari tubuhnya menguar aroma parfum seperti kukis yang manis, perlahan memasuki indra penciumanku. Ia tersenyum cerah menampakkan deretan gigi putihnya yang tertata sempurna.

“Kau makin tinggi saja.”

Aku menelan ludah dengan susah payah.

“Um, yeah.”

 

“Whoa, whoa.” Sehun menghentikan pembicaraan kami. “Aku akan pergi meninggalkan kalian sebentar, oke? Take your time, bro.” Sehun mengedipkan sebelah matanya dan terbahak keras. Ia mendekat padaku dan berbisik kecil.

“Hati-hati.”

Kemudian ia menepuk-nepuk bahuku dan pergi berlalu meninggalkanku berdua saja dengan Jessica. Wajahnya terlihat senang sekali karena sudah berhasil menggodaku.

Sehun sialan.

 

“Wanna drink?” Jessica mengambil satu gelas sampanye di meja dengan satu gerakan yang terlihat begitu elegan, dan menggoyang-goyangkannya tepat di depan wajahku.

Aku terdiam sesaat, sebelum akhirnya aku ikut mengambil salah satunya dan balik tersenyum padanya.

“Cheers.” Dengan satu gerakan ringan, gelas kami saling bersentuhan, menimbulkan suara nyaring dentingan kaca.

.

.

Aku tidak tahu sudah berapa lama aku berdiri di pinggir ruangan ini sambil bergoyang kecil mengikuti irama lagu. Pembicaraan kami malam ini mengalir begitu lancar. Sesekali aku dan Jessica tertawa karena bahasan kami terkadang terdengar begitu aneh. Selain itu, kami juga membahas masa-masa SMA dan bernostalgia bersama.

Malam semakin larut dan aku mulai merasakan ponsel di sakuku bergetar.

 

Yuri calling…

 

Aku memandangi layar ponselku lama, sebelum akhirnya kumasukkan lagi ponsel itu ke dalam sakuku tanpa sempat kujawab.

 

“Tidak diangkat?” Jessica bertanya. Aku menggeleng kuat-kuat.

“Tidak usah.” Jawabku simpel. Jessica mengangguk-angguk saja. Ia tidak tahu.

 

Aku dan Jessica berbicara semakin intens sampai akhirnya kami terperangkap dalam keheningan. Jarak wajah kami begitu dekat. Mata kami menatap satu sama lain dalam-dalam. Pengaruh alkohol sepertinya sudah mengambil alih pikiranku, dan mulai menampakkan efeknya.

Aku memutuskan untuk menunggu, menahan diri agar tidak kelepasan.

Tanpa kusangka, akhirnya Jessica mengambil langkah awal dengan mengecup bibirku terlebih dahulu.

 

Aku berciuman dengannya.

Dengan Jessica.

Seseorang yang sudah kukagumi sejak lama.

 

Tidak menyia-nyiakan kesempatan, kutarik ia ke dalam dekapanku dan kami saling berciuman semakin lama. Bahkan aku bisa merasakan rasa stroberi dari lip gloss yang ia kenakan. Jessica menarik dasiku dan mengalungkan lengannya di sekitar bahuku.

 

Tak lama kemudian, terdengar suara gelas pecah.

 

Aku memutus sesi ciuman itu dengan hati berdebar. Segera kutolehkan kepalaku cepat, dan menatap dengan raut wajah terkejut ke asal suara.

 

Disana Yuri sudah berdiri dengan posisi ponsel masih berada di tangan kanannya. Ia masih mengenakan setelan formal untuk wawancara resminya itu. Saranku kemarin malam. Kedua manik matanya menatapku dengan tatapan yang— bahkan aku tidak bisa mendefinisikan pandangannya itu. Mungkin campuran antara benci, kecewa yang amat sangat, kesedihan, marah dan lainnya tergabung menjadi satu. Tangannya gemetaran.

Aku balik memandangnya dengan linglung. Rasanya seperti mimpi.

“Yuri?”

Keheningan memenuhi seisi ruangan. Orang-orang menatapku dengan pandangan bingung. Aku tidak berani menoleh ke arah Jessica. Ia pasti sangat shock mengetahui aku sudah mempunyai pacar.

Yuri tidak mengatakan apapun. Ia segera berbalik dan berlari keluar dari ruangan. Aku melepaskan genggaman tanganku pada Jessica dan mengejarnya keluar.

“Jongin!” Jessica memanggil-manggil namaku berkali-kali. Namun tidak sama sekali kugubris. Otakku mulai dipenuhi dengan nama Yuri. Yuri. Dan Yuri.

 

Sial, aku mencintainya!

 

“YURI!!” Aku berteriak-teriak memanggil namanya, namun tidak kutemukan sosoknya dimanapun. Kuambil kunci mobil dan mulai menyalakan mesinnya. Kuarahkan setir ke arah jalanan malam Seoul. Mataku menatap nyalang kanan dan kiriku, berusaha menemukan dimana Yuri berada.

Dengan frustasi, aku membanting setir kesal. Kutepikan mobilku ke kiri.

Kau bodoh sekali, Kai.

.

.

Aku masih saja terduduk sendiri di lorong rumah sakit.

Rasanya aku ingin mengulang kembali waktu—kalau saja bisa mengatakan aku menyesal, aku akan mengatakannya. Sungguh. Aku akan mengatakannya dan memeluknya erat-erat. Mendekapnya dan mengatakan padanya untuk tetap tinggal, dan jangan pergi.

Terkadang membosankan bersamamu Yuri, tapi tidak ada yang dapat menggantikan kau.

Tidak juga Jessica. Tidak ada. Tidak akan ada yang mampu.

.

.

Yuri tidak bisa berhenti menangis.

Bayangan sosok Jongin yang sepertinya amat menikmati sesi ciumannya dengan perempuan yang entah siapa ia tidak tahu itu kembali menghantui pikirannya. Ia berlari keluar secepat yang ia mampu. Tangannya sibuk menghapus kedua air mata yang tidak henti-hentinya mengalir melewati pipinya.

 

Ia mencintai Kai sama seperti ia mencintai dirinya sendiri. Kai is her other half—setidaknya itu yang selama ini ia percayai. Bodohnya ia menganggap, mungkin Kai memang yang ia cari setelah sekian lama.

 

Baru saja ia hendak memberitahukan kekasihnya itu bahwa ia diterima kerja, untuk yang pertama kalinya di perusahaan yang ia idamkan sejak dulu, yang ia dapatkan malah sebuah kejutan—yang mengerikan.

Ia berhenti di pinggir trotoar dengan napas terengah-engah. Langkahnya oleng. Kepalanya pusing sekali.  Tidak dihiraukannya peringatan lampu pejalan kaki yang hampir habis. Ia kembali berlari melewati zebra cross.

 

Saat ia menolehkan kepalanya, ia sadar akan kesalahan yang ia perbuat. Seharusnya ia tidak menyeberang.

Kesempatannya hilang.

 

Dan yang ia ingat untuk terakhir kali adalah,

 

 

lampu mobil ini terang sekali.

 

 

“Bersenang-senanglah, Jongin.” Yuri berbisik, lebih pada dirinya sendiri.

 

Tak lama kemudian, suara tabrakan keras memenuhi jalanan Seoul malam ini.

.

.

.

Sekeras dan segigih apapun Jongin berharap dan meminta—tetap tidak bisa merubah kenyataan tentang garis yang tercetak dalam layar kotak itu tetap saja lurus konstan dan tidak berubah.

FIN


A/N:

ANNYEONG HAAASEEEEYOOOOO~

It’s been a little while, isn’t it? lol. Maafkan kami yang sedang dalam long hiatus, entah kena writer’s block, buntu etc but the main problem here is: national exam. YESSSS me & G we’ll face national exam in +- 20 days! jadi, kita minta maaf banget karena sekian lama blog ini tidak terurus <<hiks>> sebagai permintaan maaf, kita janji setelah unas selesai kita akan segera menuntaskan total episode terakhir Heir & Heiress!<3

bonus sedikit song!fic geje ini dariku ehehe strongly based from, kalian tau sendirilah ya, lagu ngehits bgt judulnya MAPS yg dinyanyiin sama Maroon 5

here is the music video:
(ff ini dibuat dengan berbagai perubahan disana sini

ciao!

PS: EXO COMEBACK GALS EXO COMEBACK WITH EXODUS OMG THE CONCEPT IS SO BREATHTAKING LET’S SOLVE THIS MYSTERY TOGETHER YAY

Have a nice day! x,

N

One thought on “[Vignette] Maps

Leave a comment